Matahari, Bulan, Bintang (I)



Matahari dipingit malu-malu dalam senja.
Kau tahu seperti apa?
Matahari malu-malu.
Benar malu-malu.
Lihat ia memerah.
Merona menghias langit senja.


Tak lama pengantin datang lewat malam.
Siapakah yang akan Matahari pilih?


Ia cinta kepada Bulan,
Tapi cinta tak hanya perkara memiliki.
Memiliki juga tidak harus mengawini, pikirnya.
Ras berbeda apa benar sulit dipersatukan?”
Matahari akan menunjuk sebuah Bintang menjadi pasangannya.
Bintang mana yang dapat menolak pesonanya?
Satupun tidak!


Syarat yang sama setiap malam
kepada Bintang yang menjadi pasangannya.
~”Setialah kepadaku!”pinta Matahari.


Di tengah malam yang pekat.
Setelah mereka merayakan pesta perkawinan.
Matahari dan Bintang bercinta dengan khusyuk.
Ditingkahi lafas, nafas, dan desah para makhluk di bumi.


Bintang tak bisa ingkar.
Ia selalu setia kepada Matahari.
Petik waktu yang entah tepatnya kapan.
Lagi mereka sedang asik bercinta.
Bintang lebur dihisap Matahari.
Begitulah ia (Matahari) memulihkan energinya.
Begitulah ia senantiasa tetap bercahaya.
Dengan mengumpulkan cahaya Bintang setiap malam.


Tapi cinta Bintang yang setia tak pernah sia-sia.
Selalu ada buah cinta setiap paginya.
Ialah yang dikandung berselubung malam.
Begitu superior dari induk yang kuat dan setia.


Lahirlah ia bersama alam
yang berdiri lewat subuh.
Ialah yang lahir selalu di timur.
Demikianlah ia kuat menerangi
Dan memberi kehangatan bagi semesta, bagi bumi
(Kuatnya bukankah mengingatkanmu pada Matahari?)
Ialah yang selalu berjalan dan mengacuhkan satu tujuan yakni barat.
Demikianlah ia setia tak pernah melenceng jalannya.
(Setianya bukankah mengingatkanmu pada Bintang?)


Ia jualah Matahari
Ia jualah Bintang terbesar
Ialah buah cinta itu.
Ialah yang pasti lahir setiap hari.
Ialah harapan!
 
Salatiga.