Gradasi paling pucat, Gradasi paling pekat, (Panggil ia PAGI!)

(1) Pagi berlari.
Berlari dalam sepi
Berlari dalam dingin
Masih dini hari kataku, belum pagi.
Lantas?

(2) Melarikan pagi.
Ada yang bangun,
ada yang baru terlelap.
Sudut pagiku di sini.
Dingin dalam keringat.
Pagi, kerja kataku.
Tidak, aku belum bangun
aku belum tidur, tentu.

(3) Berlari dalam pagi.
Rutinitas aku jengah.
Larikan aku dari ini.
Pagi melayang tanpa aku merasa.
"Apa itu mentari, apa itu rembulan?" tanyaku

(4) Dilarikan pagi.
Hidup itu indah kataku.
Hidup itu ketir katanya.
Aku hanya tertawa.
Dibawa aku melayang, melantah langit.
Begini memang bagiku.
Naif.
Naif.
Dia mencerca, aku masih tertawa.
Pagi itu menari, bagiku.
Aku berlari bersama pagiku.

(5) Pagi berlari bersama mentari atau rembulan?
Tidakkah ia diperebutkan?
Kekasih pagi, siapa? Oh!
Rembulan yang menghantarnya-kah?
Atau sang mentari yang menjemputnya?
Siapa yang peduli?
Pagi.
Misteri yang memisah gelap dan terang.
Ruang bercumbu paling sedap.
Waktu menabur paling intim.
Tempat berkejaran paling gerah.
Tujuan bersembunyi paling dingin.

(6) Kugambarkan pagi begini salah.
Kau gambarkan pagi begitu benar.
Sudah kataku tak ada debat.
Ia pendamai yang berarti ujung.
Ia pemutus yang berarti tengah.

Pagi.
Dialah gradasi paling pucat.
Dialah gradasi paling pekat.
Lebih indah dari pelangi kataku. Itu pagi!


Salatiga-16 Januari 2013